Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Menghargai Undangan Makan: Sebuah Cerminan Akhlak Mulia

Agama | Sunday, 14 Apr 2024, 07:28 WIB
Dokumen NU online

Undangan makan merupakan sebuah bentuk penghormatan yang diberikan oleh tuan rumah kepada para tamunya. Dalam perspektif Islam, menghargai undangan makan bukan sekadar etika kesopanan biasa, melainkan sebuah anjuran yang memiliki landasan kuat dalam ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits Muslim nomor 1431, Rasulullah bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian diundang makan, maka penuhilah undangan tersebut. Jika dalam keadaan berpuasa, maka do'akanlah orang yang mengundangmu. Jika dalam keadaan tidak berpuasa, santaplah makanannya."

Hadits ini mengandung hikmah yang sangat berharga bagi kehidupan bermasyarakat. Pertama, menghargai undangan makan merupakan cerminan akhlak mulia yang mencerminkan rasa syukur dan apresiasi terhadap sesama. Ketika seseorang mengundang kita untuk makan bersama, itu berarti ia menghormati dan mengapresiasi keberadaan kita dalam kehidupannya. Dengan memenuhi undangan tersebut, kita membalas penghormatan itu dengan cara yang santun dan bermartabat.
Kedua, menghargai undangan makan juga merupakan bentuk menjaga silaturahmi dan memperkuat tali persaudaraan. Dalam Islam, silaturahmi sangat ditekankan karena dapat memperkokoh ikatan sosial dan mencegah perpecahan di tengah masyarakat. Dengan memenuhi undangan makan, kita tidak hanya menunjukkan rasa hormat kepada tuan rumah, tetapi juga memperkuat hubungan baik dengan mereka.
Ketiga, hadits ini mengajarkan kita untuk bersikap fleksibel dan bijaksana dalam menghadapi situasi yang berbeda. Jika kita sedang berpuasa, maka kita diperintahkan untuk mendoakan tuan rumah sebagai bentuk penghargaan atas undangannya. Namun, jika kita tidak berpuasa, kita diwajibkan untuk menerima undangan dan menyantap makanan yang disajikan. Ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan kita untuk selalu menghargai orang lain, terlepas dari kondisi kita sendiri.
Keempat, menghargai undangan makan juga merupakan bentuk amal saleh yang dapat membawa berkah dan pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dalam sebuah hadits lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya." (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan menghargai undangan makan, kita tidak hanya membahagiakan tuan rumah, tetapi juga mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Namun, perlu diingat bahwa menghargai undangan makan tidak boleh dilakukan dengan cara yang berlebihan atau melanggar aturan syariat. Dalam Islam, kita diajarkan untuk makan dengan cara yang sederhana dan tidak boros. Kita juga harus memastikan bahwa makanan yang disajikan adalah halal dan baik untuk dikonsumsi. Selain itu, kita harus menjaga adab dan tata krama dalam menyantap makanan, seperti tidak berbicara dengan mulut penuh, tidak meniup makanan yang panas, dan berdoa sebelum dan sesudah makan.
Dalam kehidupan modern saat ini, masih banyak orang yang mengabaikan pentingnya menghargai undangan makan. Mereka menganggap bahwa menolak undangan makan adalah hal yang biasa dan tidak terlalu penting. Namun, dengan mengabaikan ajaran dalam hadits ini, kita telah kehilangan peluang untuk mempraktikkan akhlak mulia dan menjalin hubungan baik dengan sesama.
Oleh karena itu, marilah kita menghidupkan kembali sunah menghargai undangan makan ini dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melakukannya, kita tidak hanya menunjukkan rasa syukur dan penghormatan kepada sesama, tetapi juga memperkuat tali persaudaraan dan mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Semoga kita selalu menjadi umat yang menghargai dan mengamalkan setiap ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sepenuh hati.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image